viewers

Minggu, 07 April 2013

Suku Asmat

Suku Asmat adalah salah satu suku dari 315 suku asli/pribumi Tanah Papua yang hidup di dua wilayah, yakni wilayah pesisir pantai selatan Papua atau di tepi sungai, kehidupan keseharian mereka suka mencari ikan, meramu (menokok sagu) dan berburu serta di wilayah pedalaman yaitu  masyarakat asmat yang hidup di daerah rawa-rawa dan sungai serta danau, mereka suka mencari ikan, nelayan, meramu(menokok sagu) dan namun tidak bercocok tanam. Barangkali karena tinggal di dua wilayah yang berbeda sehingga mereka memiliki perbedaan dialek bahasa, cara hidup, strata sosial dan pesta ritual.
Terlepas dari dua perbedaan di atas, suku Asmat sendiri sebenarnya terdiri dari dua belas sub suku, yakni: Joirat, Emari Ducur, Bismam, Becembub, Simai, Kenekap, Unir Siran, Unir Epmak, Safan, Armatak, Brasm dan Yupmakcain. Pembagian sub suku ini terjadi dalam lingkungan masyarakat Asmat sendiri akibat tempat tinggal, kiat menyikapi lingungan serta persebaran masing-masing kelompok masyarakat dalam suku Asmat.
Sedangkan kata Asmat itu sendiri bermakna manusia kayu atau pohon. Versi kedua mengenai makna kayu adalah masyarakat Asmat meyakini bahwa yang pertama kali muncul di permukaan bumi adalah pohon-pohonan. Pohon-pohon itu adalah ucu (beringin) dan pas (kayu besi), yang diyakini sebagai perwujudan dua mama tua yaitu Ucukamaraot (roh beringin) dan Paskomaraot (roh kayu besi). Barang kali keyakinan mistis inilah yang memberikan kesan bahwa ukiran atau pahatan kayu yang dibuat orang Asmat itu  sangat ‘berjiwa’.




Kondisi Geografis Asmat dan data Geografi Kabupaten Asmat
Wilayah yang mereka diami sangan unik. Dataran coklat lembek yang tertutup oleh jaring laba-laba sungai. Di bagian utara, kaki Pegunungan Jayawijaya atau kabupaten Puncak Jaya dan Nduga Jaya, Bagian timur kabupaten Mappi dan Merauke bagian selajatan Lautan Arafura serta bagian barat dengan Kabupaten Mimika.
Wilayah yang didiami oleh Suku Asmat ini telah menjadi Kabupaten sendiri dengan nama KABUPATEN Asmat dengan 7 kecamatan atau Distrik. Hampir semua wilayahnya berada di tanah berawa. Hampir setiap hari hujan turun dengan curah 3.000-4.000 milimeter per tahun. Setiap hari juga pasang surut laut masuk ke wilayah ini, sehingga tidak mengherankan kalau permukaan tanah sangat lembek dan berlumpur. Jalan hanya dibuat dari papan kayu yang ditumpuk di atas tanah lembek. Praktis tidak semua kendaraan bermotor bisa melalui jalan ini. Orang yang berjalan harus berhati-hati agar tidak terpeleset, terutama saat hujan.

Makanan Pokok
Makanan pokok orang Asmat adalah sagu. Hampir setiap hari mereka makan sagu yang dibuat jadi bulatan-bulatan dan dibakar dalam bara api. Kegemaran lain adalah makan ulat sagu yang hidup di batang pohon sagu. Biasanya ulat sagu dibungkus daun nipah, ditaburi sagu, dan dibakar dalam bara api. Selain itu, sayuran dan ikan bakar dijadikan pelengkap.
Namun demikian yang memprihatinkan adalah masalah sumber air bersih. Air tanah sulit didapat karena wilayat mereka merupakan tanah berawa. Terpaksa menggunakan air hujan dan air rawa sebagai air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.

Rumah Tradisional
Rumah tradisional Asmat adalah jeu dengan panjang sampai 25 meter. Sampai sekarang masih bisa dijumpai rumah tradisional ini jika kita berkunjung ke Asmat pedalaman. Bahkan masih ada juga di antara mereka yang membangun rumah tinggal di atas pohon.

Agama
Masyarakat suku Asmat beragama Katolik, Protestan dan Animisme yakni suatu ajaran dan praktek keseimbangan alam dan penyembahan kepada roh orang mati atau patung. Bagi suku Asmat, ulat sagu merupakan bagian penting dalam ritual mereka. Setiap ritual ini diadakan, dapat dipastikan kalau banyak sekali ulat yang dipergunakan(Kal Muller, Mengenal Papua, 2008, hal 31).

Sumber Daya Alam
Selain ikan, cucut, kepiting, udang, teripang, dan cumi-cumi ikan penyu dan hewan air lainnya yang merinpah ruah, daerah Asmat juga memiliki sumber daya alam yang aman luar biasa seperti: Kayu, rotan, gaharu, kemiri, kulit masohi, kulit lawang, damar,  dan kemenyan.

Wanita dalam Pandangan suku Asmat
Simbolisasi perempuan dengan flora dan fauna yang berharga bagi masyarakat Asmat (pohon/kayu, kuskus, anjing, burung kakatua dan nuri, serta bakung) seperti arti kata Asmat di atas, menunjukkan bagaimana sesungguhnya masyarakat Asmat menempatkan perempuan sebagai makhluk yang sangat berharga bagi mereka. Hal ini tersirat juga dalamberbagai seni ukiran dan pahatan mereka. Namun dalam gegap gempitanya serta kemasyuran pahatan dan ukiran Asmat, tersembunyi suatu realita derita para ibu dan gadis Asmat yang tak terdengar oleh dunia luar.
Derita perempuan Asmat adalah menjadi pelakon tunggal, dalam menghidupi suku tersebut. Setiap harinya mereka harus menyediakan makanan untuk suami dan anak-anaknya, mulai dari mencari ikan, udang, kepiting dan tambelo sampai kepada mencari pohon sagu yang tua, menebang pohon sagu, menokok, membawa sagu dari hutan memasak dan menyajikan. Setelah itu mencuci tempat makanan atau tempat masak termasuk mengambil air dari telaga atau sungai yang jernih untuk keperluan minum keluarga.
Sementara itu kegiatan laki-laki Asmat sehari-harinya adalah menikmati makanan yang disediakan istrinya, mengisap tembakau, dan berjudi. Kadang suami membuat rumah atau perahu, namun dengan bantuan istri. Ada pula suami yang mau menemani istri mencari kayu bakar. Sayangnya mereka benar-benar hanya menemani. Mendayung perahu, menebang kayu, dan membawanya pulang adalah tugas istri.  Suami yang cukup berbaik hati akan membantu membawakan kapak istrinya.
Jika istri tidak menyiapkan permintaan suaminya seperti sagu atau ikan, maka istri akan menjadi korban luapan kemarahan. Jika mereka kalah judi, maka istri pula yang akan dijadikan obyek kekesalan. Mereka yang tinggal di Agats, kini terbiasa pula untuk mabuk karena minuman keras telah dijual bebas. Saat mereka mabuk, mereka lebih rentan untuk mengamuk sehingga istri pun akan lebih banyak menerima tindak kekerasan
Kadangkala laki-laki Asmat mengukir jika mereka ingin atau jika hendak menyelenggarakan pesta. Ketika laki-laki mengukir, maka tugas perempuan akan semakin bertambah. Perempuan harus terus menyediakan sagu bakar dan makanan lain yang diinginkan suami mereka agar dapat terus bertenaga untuk mengukir. Semakin lama laki-laki mengukir, semakin banyak pula jumlah makanan yang harus mereka sediakan. Hal itu berarti akan semakin lelah perempuan Asmat karena harus memangur, meramah, dan mengolah sagu, dan bahkan menjaring ikan. Lebih tragisnya lagi, jika ukiran itu dijual maka uangnya hanya untuk suami yang membuatnya. Perempuan Asmat tidak menerima imbalan apapun untuk jerih payahnya menyediakan makanan. Padahal tanpa makanan itu, satu ukiran pun tidak akan selesai dibuat.


Kekerasan Terhadap Anak


Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak yang dimiliki manusia sejak ia  lahir yang  berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapapun. Hak hak ini berisi tentang kesamaan atau keselarasan tanpa membeda bedakan suku,golongan, keturunanan, jabatan dan lain sebagainya antara setiap manusia yang hakikatnya adalah sama-sama makhluk ciptaan Tuhan. Jika kita melihat perkembangan HAM di Negara ini ternyata masih banyak  pelanggaran HAM yang sering kita temui. Mulai dari pelanggaran kecil yang berkaitan dengan norma hingga pelanggaran HAM besar yang bersifat kriminal dan menyangkut soal keselamatan jiwa. Untuk menyelesaikan masalah ini perlu adanya keseriusan dari pemerintah menangani pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dan menghukum individu atau oknum terbukti melakukan pelanggaran HAM.

Adapun contoh dari pelanggaran HAM di Indonesia adalah kekerasan terhadap anak. Permasalahan yang sangat penting kiranya untuk membahas tentang Hak Asasi manusia (HAM) pada segala aspek kehidupan, khususnya adalah perlindungan terhadap anak di Indonesia. Masalah ekonomi dan sosial  yang melanda Indonesia berdampak pada peningkatan skala yang di hadapi anak Indonesia yang ditandai dengan makin banyaknya anak yang mengalami perlakuan salah, eksploitasi, tindak kekerasan, anak yang didagangkan, penelantaran, disamping anak-anak yang tinggal di daerah rawan konflik, rawan bencana serta anak yang berhadapan dengan hukum dan lain-lainnya.

Dewasa ini di perkirakan jumlah anak yang membutuhkan perlindungan khusus makin besar terutama pasca krisis. Kasus-kasus yang berkaitan dengan pelanggaran hak-hak anak makin marak. Suatu permasalahan anak yang membutuhkan perlindungan khusus yang cukup luas. Negara kita sebenarnya telah banyak pula memberikan perhatian terhadap hak-hak anak. Hal ini dibuktikan dengan adanya berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang usaha kesejahteraan anak dan ikut serta Indonesia dalam menandatangai konvensi tentang anak hak-hak anak (Convention On The Right of The Child)

Namun dalam pelaksanaannya masih menghadapi berbagai kendala yang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain peraturan pemerintah belum semuanya diwujudkan secara efektif, kesigapan aparat dalam penegakan hukum, dan kurangnya perhatian dan peran serta masyarakat dalam permasalahan anak

Pengertian Kekerasan Terhadap Anak
Menurut Sutanto (2006), kekerasan anak adalah perlakuan orang dewasa/anak yang lebih tua dengan menggunakan kekuasaan/otoritasnya terhadap anak yang tak berdaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab/pengasuhnya, yang berakibat penderitaan, kesengsaraan, cacat atau kematian. Kekerasan anak lebih bersifat sebagai bentuk penganiayaan fisik dengan terdapatnya tanda atau luka pada tubuh sang anak. Jika kekerasan terhadap anak didalam rumah tangga dilakukan oleh orang tua, maka hal tersebut dapat disebut kekerasan dalam rumah tangga.
Beberapa kriteria yang termasuk perilaku menyiksa dan kekerasan  adalah:
  1. Menghukum anak secara berlebihan
  2. Memukul
  3. Menyulut dengan ujung rokok, membakar, menampar, membanting
  4. Terus menerus mengkritik, mengancam, atau menunjukkan sikap penolakan terhadap anak
  5. Pelecehan seksual
  6. Menyerang anak secara agresif
  7. Mengabaikan anak; tidak memperhatikan kebutuhan makan, bermain, kasih sayang dan memberikan rasa aman yang memadai