BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Kegiatan pemasaran yang
dilakukan oleh setiap perusahaan didasarkan pada strategi pemasaran yang
ditetapkan untuk mencapai sasaran pasar yang dituju. Oleh karena itu, pasar
perusahaan perlu dikaji, sehingga dapat ditentukan sasaran yang tepat. Dalam
menentukan sasaran pasar yang tepat terhadap, perlu diteliti dan dikaji motif,
perilaku, dan kebiasaan pembeli. Karena masing-masing pembeli mempunyai motif,
perilaku, dan kebiasaan membeli yang berbeda, maka perlu dilakukan pendekatan
dalam pengkajiannya, sehingga analisis yang dilakukan lebih berguna dan tepat
untuk pengambilan keputusan.
Perilaku konsumen
berkaitan dengan proses pemilihan produk yang akan dibeli, yang terdapat dalam
proses pembelian. Teori perilaku konsumen dalam pembelian atas dasar
pertimbangan ekonomi, menyatakan bahwa keputusan seseorang untuk melaksanakan
pembelian merupakan hasil perhitungan ekonomis rasional yang sadar, sehingga mereka
akan memilih produk yang dapat memberikan kegunaan yang paling besar, sesuai
dengan selera, dan biaya secara relatif.
Lamb, Hair, dan McDanie
mengatakan bahwa perilaku konsumen menggambarkan bagaimana para konsumen
membuat keputusan-keputusan pembelian dan bagaimana mereka menggunakan dan
membuang produk-produk yang mereka gunakan. Studi perilaku konsumen ini muncul
seiring dengan berkembangnya konsep pemasaran, yang merupakan cara pandang
pemasar dalam menghadapi konsumen dan pesaingnya, dimana pemasar berusaha
memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen secara lebih efektif dari para
pesaingnya. Tujuannya adalah memperoleh kepuasan pelanggan. Sehingga ilmu
perilaku konsumen dibutuhkan untuk mengidentifikasi apa kebutuhan dan keinginan
konsumen dan pelanggan tersebut sehingga pemasar mampu menyusun dan
mengimplementasikan strategi pemasaran yang tepat untuk karakteristik konsumen
yang menjadi target pasar.
Sebagaimana yang marak
terjadi dewasa ini, dunia pemasaran mengalami pergeseran drastis sejak pemasaran
memasuki era gelombang baru (new wave
era). Pendekatan pemasaran tak lagi menyasar jenis konsumen lama, melainkan
berubah ke sasaran pasar yang baru, yang mana kita kenal dengan sebutan new wave ready customers, yakni 3subkultur utama yang menggerakan era
new
wave marketing ini.
Tiga subkultur itu adalah youth(anak
muda), woman (perempuan), dan netizen (pengguna internet).
Jika kita memerhatikan
secara cermat, pergerakan perempuan belakangan ini memang tengah menjadi tren. Emansipasi
wanita dapat dilihat dari berbagai peran aktif wanita pada berbagai bidang.Dewasa
ini, politikus wanita sudah biasa, begitupun dalam bidang ekonomi, wanita
berperan aktif sebagai praktisi maupun sebagai partisipan penggerak ekonomi.
Banyak pakar yang kemudian mengatakan bahwan peran wanita kedepannya akan
semakin dominan, termasuk dalam lanskap bisnis.
Perubahan ini, telah menghasilkan
tantangan, peran serta pengaruh wanita
dalam keputusan pembelian. Kini
keputusan pembelian cenderung dilakukan oleh wanita, baik wanita mandiri yang menggunakan pendapatannya
sendiri, maupun ibu rumah tangga yang mengelola keuangan rumah tangganya.
Pada konteks kekinian,
melirik wilayah teritorial Indonesia, misalnya, sebuah tren jilbab terbaru
hadir sebagai perwujudan pergeseran paradigma masyarakat akan makna berjilbab.
Bahwa berjilbab, saat ini tidaklah dianggap kuno dan ketinggalan zaman, justru
akan menjadikan perempuan muslim terlihat indah, anggun, dan cantik.
Pasalnya, pada
perkembangannya kini, persepsi penggunaan jilbab tidak lagi sederhana.Jilbab
kini diinterpretasikan berdasarkan subjektifitas individu.Misalnya banyak yang
memahami jilbab sebagai perintah agama dan sebuah keharusan, sugesti, dan ada
pula yang menganggap sebagai sebuah fashion belaka. Melalui tren ini,
pilihan gaya berjilbab perempuan Makassar menjadi lebih variatif.
Adalah Dian Pelangi,
seorang desainer muda asal Jakarta, bersama rekannya, Ria Miranda, berinisiatif
membentuk sebuah komunitas hijab yang berfokus
pada syiar melalui cara-cara yang lebih modern, bergaya khas anak muda,
namun tetap patuh pada kaidah.
Tak terlalu sulit bagi
Dian Pelangi dan Ria Miranda untuk membangun imagekomunitas ini mengingat Dian Pelangi merupakan seorang muslim fashion designer muda sekaligus
pemilik Butik Dian Pelangi. Tepatnya pada Maret 2011, komunitas ini resmi
diluncurkan. Atas kolaborasi 30 perempuan muda berhijab, Hijabers Community ini kemudian tumbuh sebagai satu komunitas fashion
style dalam hal jilbab/hijab,
yang merupakan satu komunitas jilbab kontemporer yang berisikan wanita-wanita
muslimah cantik dengan pakaian atau jilbab yang penuh gaya dan tidak biasa. Komunitas
ini kemudian berkembang dengan nilai, identitas, dan aktivitas yang berbeda.Sekarang,
ada banyak wanita yang tertarik dan ingin bergabung dalam komunitas ini.
Kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi membuat wave Hijabers
Community mendapatkan momentum melalui kehadiran media virtual, yang kian
mengukuhkan eksistensi komunitas perempuan berhijab ini. Melalui Hijabers
Community perempuan-perempuan tersebut ingin mengubah pandangan bahwa
jilbab yang selama ini identik
dengan tradisionalitas dan kuno, menjadi sesuatu yang modern, fashionable, dan
dinamis. Atas kehendak media pulalah, gaya hijabers
ini menjadi gaya nasional masa kini yang kemudian fenomena ini disebut sebagai
budaya popular dalam dunia fashion style.
Dari perspektif pemasaran, kehadiran
komunitas tak lekas dipandang sebagai arah baru pembentukan feminine space saja, tetapi juga merupakan
langkah awal dalam pembentukan strategi sentral bisnis perusahaan.
Kalau komunitas konsumen
dari suatu perusahaan sudah jelas, teridentifikasi atau terbentuk, tergambar
secara jelas tujuan, identitas dan nilai-nilainya dan cocok untuk kita ajak
kolaborasi, langkah-langkah pemasaran yang lain tinggal mengikuti dan
pembangunan karakter dapat terfokus pada hal-hal yang terkait dengan komunitas
tersebut.
Oleh karena itu, dewasa
ini, banyak kaum hawa terinspirasi oleh komunitas Hijabers. Belakangan muncul pelabelan, gaya berjilbab dan berbusana
a la Hijabers. Toko-toko kerudung
dengan cepat diserbu oleh banyak perempuan yang berhasrat membeli banyak
kerudung kemudian mengkreasikannya dan tampil di depan umum seperti
perempuan-perempuan dalam komunitas Hijabers. Butik Dian Pelangi yang merupakan butik bentukan Dian Pelangi jelas
memiliki keterkaitan erat dalam hal ini. Dari sinilah orang-orang serta beragam
model jilbab ala Hijabers muncul.
Bekerja sama dengan butik Dian Pelangi, komunitas ini membentuk Hijab Class. Mereka juga memanfaatkan
media virtual untuk memberikan informasi mengenai tutorial jilbab Hijabers. Banyak dari pengguna jilbab yang mengapresiasi langkah ini, mengenal
lebih dalam tentang Hijabers Community
dan mempelajari tutorial hijabnya yang marak di media virtual (youtube, Facebook, dll).
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Konsep Jilbab
Secara etimologis jilbab
berasal dari bahasa arabjalaba
yang berarti menghimpun atau membawa. Istilah jilbab digunakan pada
negeri-negeri berpenduduk muslim lain sebagai jenis pakaian dengan penamaan
berbeda-beda. Di Iran disebut chador,
di India dan Pakistan disebut pardeh,
di Libya milayat,
di Irak abaya,
di Turki charshaf,
dan tudung di Malaysia,
sementara di negara Arab-Afrika disebut hijab.
Nuvida Raf dalam
Hardiyanti (2012) lebih menekankan jilbab pada kata hijab. Guindi
berpendapat bahwa arti Hijab adalah sinonim dari kata jilbab yang
berarti penutup, pembungkus, tirai, dan partisi.
Di Indonesia kata jilbab
merujuk pada corak pakaian Islam tertentu, namun seringkali maknanya tidak
konsisten. Ada yang memahami jilbab sebagai penutup kepala itu sendiri, ada
pula yang memaknainya sebagai pakaian komplit.Terlepas dari pemahaman yang
tidak konsisten tersebut, hijab/jilbab berorientasi makna sebagai pakaian
perempuan muslimah, dan terkait dengan agama Islam.
Penggunaan kata “jilbab”
digunakan secara luas sebagai busana kerudung yang menutupi sebagaian kepala
perempuan (rambut dan leher) yang dirangkai dengan baju yang menutupi tubuh
kecuali telapak tangan dan kaki.
Raleight (Nuvida Raf dalam
Hardiyanti (2012)) dalam tulisan My Veil A Spiritual Journey yang
menyimpulkan bahwa saat ini perempuan Indonesia yang mengenakan jilbab telah
menjadi fenomena umum. Model-model jilbab kini beragam dan lebih modern karena
tersedia dalam beragam warna dan bentuk.Hijab digunakan oleh muslimah
dari kelas bawah hingga kelas atas.
2.1.2
Konsep New Wave Marketing
Dunia kian hari semakin
berubah menjadi modern. Sistem marketing yang bersifat one to many sekarang ini menjadi tidak efektif lagi. Perubahan
teknologi, politik dan legal, ekonomi, budaya sosial dan pasar memberikan
kontribusi besar atas sikap konsumen terhadap produk. Saat ini, konsumen semakin pintar
dalam memilih dan membeli produk. Konsumen sudah seharusnya dianggap sebagai
partner, bukan lagi sekedar sebagai user atau
objek sasaran pasar.Perilaku konsumen terhadap produk yang berubah ini
kemudian berimplikasi pada semakin terdesaknya posisi marketer untuk segera
merumuskan pendekatan marketing yang sesuai tuntutan pasar.
Hal lain yang turut
mendukung perubahan tersebut ialah perkembangan era web 2.0. Era 2.0 membawa
dunia internet tak lagi bersifat
vertikal semata, tapi kian mengarah pada sifat yang horizontal dan interaktif.
Era ini memungkinkan konsumen bebas mengakses informasi tanpa batas
akan produk yang diinginkan, dan memilih berbagai penawaran dari manapun untuk
memperoleh produk dengan harga terbaik. Dengan
web 2.0, orang jadi lebih mudah mengekspresikan dirinya, berpartisipasi,
melakukan networking, membentuk
komunitas lewat situs jejaring dan banyak hal lainnya. Teknologi yang sama
memungkinkan setiap orang untuk memiliki kesempatan yang sama, bukan hanya
milik sekelompok orang tertentu. Evolusi new
wave marketing sebenarnya adalah hasil dari perkembangan internet. Dan banyak
bisnis yang sukses besar, yang telah menerapkan itu, telah menjadi sangat
berhasil, termasuk perusahaan online
seperti Facebook, eBay, Apple, dan Amazon!.
Horizontalisasi membuat posisi pemasar menjadi sama dengan konsumen, yang
dulunya masih subjek-objek sekarang berubah menjadi subjek-subjek. Kondisinya
bukan lagi hanya penyampaian promosi akan produk yang didominasi pemasar,
tetapi bagaimana memunculkan komunikasi
interaktif antara keduanya dengan harapan pemasar mengetahui apa yang
sesungguhnya konsumen inginkan. Inilah
era dimana pemasar harus mampumelakukan immerse dengan konsumen.
Dalam era new wave ini, kepercayaan, kreasi, dan
komunitas merupakan hal terpenting untuk diperhatikan para pelaku pasar. Tujuan
pengelolaan pelanggan pada era ini
tak lagi sekedar mengejar loyalitas pelanggan yang kuat membeli produk,
melainkan membangun basis pelanggan yang sifatnya rajin memberikan rekomendasi
dan saran pada calon konsumen lain. Itu semua memungkinkan dengan adanya praktik
komunitisasi.
2.1.3 Tujuan dan Manfaat Communitization
Dalam membangun strategi di era new wave marketing langkah
pertama yang harus dilakukan ialah membangun
strategi communitization (komunitisasi).
Penjual harus membentuk suatu komunitas atau memanfaatkan komunitas yang ada.Dalam
komunitas akan terjadi relasi pribadi yang erat antaranggota karena adanya
kesamaan interest atau value yang membantu ketepatan dalam
membentuk komunitas. Tujuannya adalah mengenal konsumen berdasarkan
kelompok-kelompok yang homogen sehingga akan membantu meningkatkan efisiensi
penjualan
Di era new wave seperti sekarang, communitization adalah
praktik yang lebih horizontal di mana yang terjadi adalah pembentukan komunitas
konsumen sebagai sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain, dan memiliki
kesamaan purposes,
values, dan identity. (Kartajaya,
2010: 86).
Berbeda dengan
segmentasi yang anggota segmennya dapat tidak peduli satu sama lain. Proses
pembentukan komunitas dilakukan oleh orang per orang yang setara sehingga
bersifat horizontal. Oleh karenanya, dalam communitization yang terjadi
adalah low budget high impact marketing.Hal ini terjadi karena
perusahaan tidak harus melakukan riset pasar.Perusahaan cukup mengidentifikasi
komunitas yang sudah ada.Kalau ternyata tidak menemukan komunitas yang dianggap
cocok, barulah perusahaan tersebut mempelopori berdirinya suatu komunitas.
Setelah komunitas terbentuk, perusahaan sebenarnya sudah dapat “lepas tangan”
karena komunitas tersebut akan “dirawat” sendiri oleh para anggota komunitasnya.
Di era new wave, pelanggan semakin memegang
kendali, sehingga semakin susah bagi pemasar untuk “mengunci” mereka
sebagaimana yang selama ini diajarkan dalam customer
management pada pemasaran era sebelumnya. Namun, bukan berarti praktik
“mengunci” tersebut tidak bisa lagi dilakukan, hanya saja memang harus melalui
strategi komunitisasi.
Selain perubahan segmentasi menjadi communitization, dalam era new wave marketing kita juga mengenal
perubahan strategi lain yang sebenarnya juga sangat berkaitan erat dengan
strategi communitization ini, yakni
perubahan dari strategi place menjadi
communal activation.
Dalam era new wave marketing, saluran distribusi ini berupa communal activation yang berarti
mengaktifkan sebuah komunitas melalui para pemimpin atau aktivis komunitas
tersebut. Orang-orang seperti inilah yang mampu memasarkan produk secara co-creation kepada para anggota
komunitas lainnya, bahkan kepada pelanggan.Dalam hal ini, pembentukan HijabersCommunity dipandang sebagai sebuah strategi pasar Dian
Pelangi dan kawan-kawan dalam rangka pengelolaan minat beli konsumen terhadap
jilbab mereka.
Dengan kepercayaan yang dimilikinya, Hijabers Community terus melakukan immerse dengan konsumen melalui sejumlah
kegiatan yang sangat melibatkan konsumen. Tak sekedar sebagai komunitas, dalam
pemasaran co-creation kepada
komunitas, mereka telah menjadi simpul-simpul dalam gelombang pengguna jilbab
secara umum. Di era new wave, kehadiran Hijabers
Community sebagai strategi communal
activation telah sukses menarik banyak perhatian, terutama para pengguna
jilbab yang tetap ingin tampil modis.
2.1.4 Konsep Perilaku Konsumen
Pilihan-pilihan
produk dan jasa konsumen berubah secara terus-menerus. Seorang manajer pemasaran harus
mempunyai pengetahuan saksama tentang perilaku konsumen agar dapat memberikan
definisi pasar yang baik untuk mengikuti perubahan yang dinamis ini, serta
untuk merancang strategi pemasararan yang tepat.
Perilaku konsumen
menggambarkan bagaimana konsumen membuat
keputusan-keputusan pembelian dan bagaimana mereka menggunakan dan mengatur
pembelian barang/ jasa. Perilaku konsumen juga menyangkut analisis faktor-faktor yang memengaruhi keputusan
pembelian dan penggunaan produk.
2.1.5 Faktor yang Memengaruhi Perilaku
Konsumen
Memahami konsumen dan proses konsumsinya memberikan berbagai
keuntungan antara lain membantu manager dalam membuat keputusan, memberikan
dasar teoritis bagi peneliti dalam menganalisis konsumen, membantu legislatif
dan pemerintah dalam menyusun undang-undang dan membuat keputusan, dan membantu
konsumen untuk membuat keputusan yang lebih baik. Lebih dari itu studi tentang
konsumen dapat membantu kita untuk lebih memahami tentang faktor-faktor
psikologi, sosiologi, dan ekonomi yang memengaruhi perilaku manusia.
Teori perilaku menyatakan
bahwa perilaku adalah fungsi individu dengan lingkungan.Demikian juga dalam
model perilaku konsumen, keadaan lingkungan, dan individu yang bersangkutan
memegang peranan penting dalam menentukan perilakunya. Pemasar harus
mengumpulkan informasi dari konsumen untuk evaluasi kesempatan utama pemasaran
dalam pengembangan pemasaran.Pemasar memberikan informasi kepada organisasi
pemasaran mengenai kebutuhan konsumen, persepsi tentang karakteristik merek,
dan sikap terhadap pilihan merek.Strategi pemasaran kemudian dikembangkan dan
diarahkan kepada konsumen.
2.1.6 Konsep Keputusan
Pembelian Konsumen
Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya,
seorang konsumen harus memilih produk dan/atau jasa yang akan dikonsumsinya.
Banyaknya pilihan yang tersedia, kondisi yang dihadapi, serta
pertimbangan-pertimbangan yang mendasari akan membuat pengambilan keputusan
satu individu berbeda dari individu lainnya. Pada saat seorang konsumen baru
akan melakukan pembelian yang pertama kali akan suatu produk, pertimbangan yang
akan mendasarinya akan berbeda dari pembelian yang telah berulang kali
dilakukan. Pertimbangan-pertimbangan ini dapat diolah oleh konsumen dari sudut
pandang ekonomi, hubungannya dengan orang lain sebagai dampak dari hubungan
sosial, hasil analisis kognitif yang rasional ataupun lebih kepada
ketidakpastian emosi (unsur emosional).
Pengertian
keputusan pembelian, menurut Kotler & Armstrong dalam Zoeldhan (2012)
adalah tahap dalam proses pengambilan keputusan pembeli di mana konsumen
benar-benar membeli. Konsumen
bebas memilih produk yang diinginkan sesuai dengan kebutuhannya, memutuskan
tempat pembelian, bagaimana caranya, banyak pembelian, kapan membeli, dan
mengapa harus membeli.Konsumen membeli dan mengonsumsi produk bukan sekedar
karena nilai fungsi awalnya, namun juga karena nilai sosial dan emosionalnya.
Keputusan
pembelian menurut Schiffman dan
Kanuk dalam Zoeldhan (2012) adalah pemilihan dari dua atau lebih alternatif
pilihan keputusan pembelian, artinya bahwa seseorang dapat membuat
keputusan, haruslah tersedia beberapa alternatif pilihan.Keputusan
pembelian merupakan sesuatu yang berhubungan erat dengan rencana konsumen
terkait lokasi pembelian produk yang dibutuhkannya.Pemasar sebagai pihak yang
menawarkan berbagai produk kepada konsumen harus dapat menganalisis
faktor-faktor yang memengaruhi konsumen dalam pemilihan lokasi pembelian
produk.
2.1.6.1 Proses
Pengambilan Keputusan Konsumen
Perilaku konsumen akan menentukan
proses pengambilan keputusan dalam melakukan pembelian. Menurut Lamb, Hair, dan
McDaniel (2001), ada beberapa tahap dalam pengambilan keputusan konsumen,
yakni:
·
Pengenalan
Masalah
Merupakan
faktor terpenting dalam melakukan proses pembelian, dimana pembeli akan
mengenali suatu masalah atau kebutuhan.
·
Pencarian
informasi
Seorang
selalu mempunyai minat atau dorongan untuk mencari informasi. Apabila dorongan
tersebut kuat dan obyek yang dapat memuaskan kebutuhan itu tersedia maka
konsumen akan bersedia untuk membelinya.
·
Evaluasi
Alternatif
Konsumen
akan mempunyai pilihan yang tepat dan membuat pilihan alternatif secara teliti
terhadap produk yang akan dibelinya.
·
Keputusan
Pembeli
Setelah
konsumen mempunyai evaluasi alternatif maka konsumen akan membuat keputusan
untuk membeli. Penilaian keputusan menyebabkan konsumen membentuk pilihan merek
di antara beberapa merek yang tersedia.
·
Keputusan
Pasca Pembelian
Setelah konsumen memutuskan untuk membeli produk,
konsumen berharap agar dampak tertentu dari pembelian tersebut muncul. Konsumen
akanmengevaluasi kegiatan pembeliannya, lalu memutuskan apakah konsumen puas
atau tidak puas dengan pembelian tersebut.
2.1.6.2 Faktor Yang Memengaruhi Keputusan Pembelian
Konsumen
Kotler
dan Armstrong dalam Dani (2009) menyatakan “keputusan pembelian dari pembeli
sangat dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, sosial, pribadi, psikologis pembeli,
serta strategi pemasaran”.
a. Faktor Budaya
Faktor budaya memberikan
pengaruh paling luas dan dalam pada perilaku konsumen.Perusahaan harus
mengetahui peranan yang dimainkan oleh budaya, subbudaya dan kelas sosial pembeli.Budaya
adalah penyebab paling mendasar dari keinginan dan perilaku seseorang.Budaya
merupakan kumpulan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan perilaku yang
dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga penting
lainnya.
Setiap kebudayaan terdiri
dari subbudaya-subbudaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan
sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya. Sub-budaya dapat
dibedakan menjadi empat jenis: kelompok nasionalisme, kelompok keagamaan,
kelompok ras, area geografis. Banyak subbudaya membentuk segmen pasar penting
dan pemasar sering kali merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan
dengan kebutuhan konsumen.
b. Faktor
Sosial
Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor sosial,
seperti kelompok kecil, keluarga serta peranan dan status sosial
konsumen.Perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyak kelompok kecil.Kelompok
yang mempunyai pengaruh langsung.Definisi kelompok adalah dua orang atau lebih
yang berinteraksi untuk mencapai sasaran individu atau bersama.
c. Faktor
Pribadi
Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh karakteristik
pribadi seperti umur dan tahapan daur hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya
hidup, serta kepribadian dan konsep diri pembeli.
d.
Faktor
Psikologis
Pemilihan barang yang dibeli seseorang lebih lanjut
dipengaruhi oleh empat faktor psikologis, yaitu motivasi, persepsi, pengetahuan
serta kepercayaan.
Motivasi merupakan kebutuhan yang cukup menekan untuk
mengarahkan seseorang mencari cara untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Beberapa
kebutuhan bersifat biogenik, kebutuhan ini timbul dari suatu keadaan fisiologis
tertentu, seperti rasa lapar, rasa haus, rasa tidak nyaman.Sedangkan
kebutuhan-kebutuhan lain bersifat psikogenik yaitu kebutuhan yang timbul dari
keadaan fisologis tertentu, seperti kebutuhan untuk diakui, kebutuhan harga
diri atau kebutuhan diterima.
e. Faktor Marketing Strategy
Merupakan variabel dimana pemasar mengendalikan usahanya
dalam memberi tahu dan mempengaruhi konsumen. Variabel-variabelnya adalah
1) Barang,
2) Harga,
3) Periklanan, dan
4) Distribusi yang mendorong konsumen
dalam proses pengambilan keputusan.
Berkowitz dalam Dani (2009) menambahkan satu faktor lain
yang memengaruhi keputusan pembelian konsumen, yakni faktor situasional. Faktor
situasional adalah kondisi sesaat yang muncul pada tempat dan waktu
tertentu.Kemunculanya terpisah dari diri produk maupun konsumen (Assael dalam
Dani, 2009).
Belk dalam Dani (2009) mendifinisikan
situasi sebagai semua faktor yang utama terhadap tempat dan situasi yang tidak
menurut pengetahuan seseorang (intra-individual) dan stimuli (alternatif
pilihan) dan memiliki bukti dan pengaruh sistematis pada perilaku saat itu.
2.1.6.3 Pengetahuan Tentang Hijabers Community (HC)
Hasil pengujian secara umum terhadap
variabel Kehadiran Hijabers Community
menunjukkan bahwa dari 3 dimensi variabel Kehadiran Hijabers Community yaitu Identitas Komunitas, Nilai Komunitas, dan
Aktivitas Komunitas, secara simultan semuanya mempunyai pengaruh secara
signifikan terhadap keputusan pembelian jilbab pada Butik Dian Pelangi
Makassar. Walaupun, secara parsial, hasilnya menunjukkan bahwa dimensi
Aktivitas Komunitas berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap keputusan
pembelian jilbab pada Butik Dian Pelangi Makassar.
Pada dasarnya, setiap perusahaan
memiliki program khusus yang dapat menjadi strategi guna menarik minat
konsumen. Seperti pada Butik Dian Pelangi Makassar ini, dimana dalam menjawab
tantangan pasar yang kian horizontal, Butik Dian Pelangi Makassar ini kemudian
membentuk komunitas yang diharapkan mampu menjadi motor penggerak demi
tercapainya tujuan yang ingin dicapai perusahaan. Pembentukan komunitas ini
cukup efektif, karena faktanya, Butik Dian Pelangi dan wave berjilbab modis telah tertanam di benak masyarakat sebagai
hasil dari bentukan Hijabers Community.
Dari ketiga dimensi variabel yang
digunakan dalam penelitian ini, dimensi yang paling dominan berpengaruh
terhadap keputusan pembelian adalah dimensi identitas komunitas (X1). Dimensi
ini menjelaskan bahwa Hijabers Community ini
hadir dengan sejumlah atribut identitas yang dapat menunjukkan citra pengguna
jilbab yang serupa dengan mereka: selera, prestise, gayakelompok, gaya hidup,
dan kelas sosial. Hijabers Communityoleh
Butik Dian Pelangi Makassar telah berhasil membangun image dan positioning yang baik di benak konsumen.Citra atau
identitas yang biasanya konsumen cari dari setiap keputusan pembelian mereka
terhadap produk tertentu dapat terwakili atau direfleksikan melalui citra/
identitas yang dibawa oleh Hijabers
Community ini. Butik Dian Pelangi berhasil berkomunikasi dengan pelanggan
dengan cara yang berbeda. Atau, dalam pemasaran dikatakan bahwa Butik Dian
Pelangi ini telah berhasil menjalankan diferensiasi
dengan produk dari perusahaan lain yang sejenis. Kotler dalam Alfian (2012)
menyatakan bahwa diferensiasi
merupakan tindakan merancang satu set perbedaan yang berarti, untuk membedakan
penawaran perusahaan dari perusahaan pesaing. Suatu perusahaan harus mencoba
mengidentifikasi cara-cara strategis yang dapat membedakan produknya, agar
mencapai keunggulan kompetitif.
Pengaruh nilai komunitas (nilai-nilai
yang dibawa oleh Hijabers Community) (X2)terhadap
keputusan pembelian konsumen.Berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan,
ternyata hipotesis dapat diterima, karena variabel nilai komunitas mempunyai
pengaruh secara signifikan terhadap variabel keputusan pembelian. Hal ini
berarti bahwa konsumen memandang cara berjilbab/ model jilbab yang dipopulerkan
oleh Hijabers Community ini telah
sesuai dengan kaidah/ syariat mengenai penggunaan jilbab. Selain itu, dari segi
estetika, cara berjilbab/ model jilbab yang dipopulerkan oleh Hijabers Community ini mampu memuaskan
konsumen pengguna jilbab yang berbelanja di Butik Dian Pelangi Makassar.
Pengaruh
aktivitas komunitas (aktivitas yang dilakukan oleh Hijabers Community) (X3) terhadap keputusan pembelian
konsumen.Berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan, ternyata hipotesis
ditolak, karena variabel aktivitas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
variabel keputusan pembelian.Variabel ini juga dinyatakan berpanngaruh negative
terhadap variabel keputusan pembelian. Hal ini berarti bahwa konsumen memandang
aktivitas yang dilakukan oleh Hijabers
Community yang terdiri atas dua hal: Hijab
Class dan tutorial jilbab via media virtual/ online tidak memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap
keputusan pembelian jilbab konsumen pada Butik Dian Pelangi Makassar.
Berdasarkan fakta empiris di lapangan, juga data-data mengenai tingkat
penjualan jilbab pada beberapa toko jilbab di Makassar, ditemukan bahwa tingkat
penjualan jilbab pada Butik Dian Pelangi Makassar, ternyata lebih rendah jika
dibandingkan dengan tingkat penjualan jilbab pada toko lain. Juga pada hasil
observasi dan tanya jawab dengan sejumlah pengguna jilbab a la Hijabers Community, faktanya ialah
kebanyakan dari mereka meniru gaya berjibab Hijabers
Community, serta mempelajari tutorial jilbab mereka offline maupun online,
tapi memutuskan membeli jilbab di tempat lain. Strategi ini harusnya
efektif.Dengan demikian, aktivitas komunitas yang terurai dalam aktivitas Hijab Class dan tutorial jilbab via
media virtual perlu dikaji lebih lanjut.
BAB III
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kehadiran Hijabers
Community yang
dijabarkan dalam dimensi Identitas, Nilai, dan Aktivitas terhadap keputusan
pembelian jilbab di Butik Dian Pelangi Makassar, dan untuk mengetahui dimensi apa yang paling
berpengaruh. Dari rumusan masalah penelitian yang diajukan, berdasarkan
analisis data yang telah dilakukan, dan pembahasan yang telah dikemukakan, maka
diperolehkesimpulan sebagai berikut:
1.
Secara simultan variabel identitas, nilai, dan aktivitas
berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pembelian jilbab di Butik Dian
Pelangi Makassar. Namun, secara parsial, variabel aktivitas (X3) tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelianjilbabdi Butik
Dian Pelangi Makassar.
2.
Secara parsial, variabel Identitas (X1) merupakan
variabelyang berpengaruh dominan terhadap keputusan pembelianjilbabdi Butik
Dian Pelangi Makassar.
5.2 Saran
Berdasarkan pada analisis dan kesimpulan yang berkaitan
dengan penelitian ini, maka saran-saran yang dapat diajukan adalah:
5.2.1 Saran Untuk
Perusahaan
1.
Pihak perusahaan perlu
memberi perhatian pada perilaku konsumen agar dapat
mengembangkan perusahaan danmampumemperluas pangsa pasar.
2.
Hijabers
Community merupakan komunitas berjilbab yang dibentuk untuk
memperkenalkan cara baru berjilbab secara lebih menarik. Segmen pasar dominan
adalah anak muda. Karena itu, agar mereka tetap loyal terhadap produk di Butik
Dian Pelangi, perusahaan perlu membuat inovasi yang lebih menarik, terutama
dalam hal aktivitas komunitas yang sesuai selera anak muda masa kini, promosi
di media-media yang dekat dengan anak muda, serta desain produk yang variatif
dan manarik.
3.
Segmen pasar Butik Dian Pelangi yang sebagian besar
adalah anak muda harus menjadi pertimbangan utama perusahaan dalam menetapkan
harga. Hal ini dikarenakan mayoritas anak muda belum mempunyai penghasilan
sendiri. Perusahaan harus mempertimbangkan harga yang terjangkau untuk
pelanggan agar mendorong keputusan pembelian mereka.
4.
Melalui Hijabers
Community, diharapkan agar nilai dan identitas yang dibawa oleh perusahaan
mampu ditunjukkan dengan baik. Penguatan nilai dan identitas perusahaan mampu
membangun positioning yang baik di
benak konsumen.
5.2.2 Saran Untuk Penelitian Mendatang
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap variabel-variabel
selain identitas, nilai, dan aktivitas yang termasuk dalam stratagi
komunitisasi pemasaran yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen.
Hal ini dikarenakan, dalampenelitian ini ketiga variabel tersebut hanya mampu
menjelaskan 68.6% variasi keputusan pembelian konsumen.Penelitian ini belum
memasukkan variabel atau faktor lain yang mungkin dapat memengaruhi dan
menyempurnakan hasil penelitian ini.
2. Untuk
penelitian yang akan datang disarankan untuk meneliti komunitas dari
perusahaan/ merek-merek lainnya yang mengalami kondisi yang hampir sama dengan
komunitas Hijabers Community untuk
Butik Dian Pelangi ini. Hal ini dapat dijadikan pembanding sekaligus melengkapi
penelitian ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar