viewers

Rabu, 06 November 2013

PENGARUH KEHADIRAN HIJABERS COMMUNITY TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN JILBAB

BAB I
PENDAHULUAN

  
1.1   Latar Belakang
Kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh setiap perusahaan didasarkan pada strategi pemasaran yang ditetapkan untuk mencapai sasaran pasar yang dituju. Oleh karena itu, pasar perusahaan perlu dikaji, sehingga dapat ditentukan sasaran yang tepat. Dalam menentukan sasaran pasar yang tepat terhadap, perlu diteliti dan dikaji motif, perilaku, dan kebiasaan pembeli. Karena masing-masing pembeli mempunyai motif, perilaku, dan kebiasaan membeli yang berbeda, maka perlu dilakukan pendekatan dalam pengkajiannya, sehingga analisis yang dilakukan lebih berguna dan tepat untuk pengambilan keputusan.
Perilaku konsumen berkaitan dengan proses pemilihan produk yang akan dibeli, yang terdapat dalam proses pembelian. Teori perilaku konsumen dalam pembelian atas dasar pertimbangan ekonomi, menyatakan bahwa keputusan seseorang untuk melaksanakan pembelian merupakan hasil perhitungan ekonomis rasional yang sadar, sehingga mereka akan memilih produk yang dapat memberikan kegunaan yang paling besar, sesuai dengan selera, dan biaya secara relatif.
Lamb, Hair, dan McDanie mengatakan bahwa perilaku konsumen menggambarkan bagaimana para konsumen membuat keputusan-keputusan pembelian dan bagaimana mereka menggunakan dan membuang produk-produk yang mereka gunakan. Studi perilaku konsumen ini muncul seiring dengan berkembangnya konsep pemasaran, yang merupakan cara pandang pemasar dalam menghadapi konsumen dan pesaingnya, dimana pemasar berusaha memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen secara lebih efektif dari para pesaingnya. Tujuannya adalah memperoleh kepuasan pelanggan. Sehingga ilmu perilaku konsumen dibutuhkan untuk mengidentifikasi apa kebutuhan dan keinginan konsumen dan pelanggan tersebut sehingga pemasar mampu menyusun dan mengimplementasikan strategi pemasaran yang tepat untuk karakteristik konsumen yang menjadi target pasar.
Sebagaimana yang marak terjadi dewasa ini, dunia pemasaran mengalami pergeseran drastis sejak pemasaran memasuki era gelombang baru (new wave era). Pendekatan pemasaran tak lagi menyasar jenis konsumen lama, melainkan berubah ke sasaran pasar yang baru, yang mana kita kenal dengan sebutan new wave ready customers, yakni 3subkultur utama yang menggerakan era new wave marketing ini. Tiga subkultur itu adalah youth(anak muda), woman (perempuan), dan netizen (pengguna internet).
Jika kita memerhatikan secara cermat, pergerakan perempuan belakangan ini memang tengah menjadi tren. Emansipasi wanita dapat dilihat dari berbagai peran aktif wanita pada berbagai bidang.Dewasa ini, politikus wanita sudah biasa, begitupun dalam bidang ekonomi, wanita berperan aktif sebagai praktisi maupun sebagai partisipan penggerak ekonomi. Banyak pakar yang kemudian mengatakan bahwan peran wanita kedepannya akan semakin dominan, termasuk dalam lanskap bisnis.
Perubahan ini, telah menghasilkan tantangan, peran serta pengaruh wanita dalam keputusan pembelian. Kini keputusan pembelian cenderung dilakukan oleh wanita, baik  wanita mandiri yang menggunakan pendapatannya sendiri, maupun ibu rumah tangga yang mengelola keuangan rumah tangganya.
Pada konteks kekinian, melirik wilayah teritorial Indonesia, misalnya, sebuah tren jilbab terbaru hadir sebagai perwujudan pergeseran paradigma masyarakat akan makna berjilbab. Bahwa berjilbab, saat ini tidaklah dianggap kuno dan ketinggalan zaman, justru akan menjadikan perempuan muslim terlihat indah, anggun, dan cantik.
Pasalnya, pada perkembangannya kini, persepsi penggunaan jilbab tidak lagi sederhana.Jilbab kini diinterpretasikan berdasarkan subjektifitas individu.Misalnya banyak yang memahami jilbab sebagai perintah agama dan sebuah keharusan, sugesti, dan ada pula yang menganggap sebagai sebuah fashion belaka. Melalui tren ini, pilihan gaya berjilbab perempuan Makassar menjadi lebih variatif.
Adalah Dian Pelangi, seorang desainer muda asal Jakarta, bersama rekannya, Ria Miranda, berinisiatif membentuk sebuah komunitas hijab yang berfokus  pada syiar melalui cara-cara yang lebih modern, bergaya khas anak muda, namun tetap patuh pada kaidah.
Tak terlalu sulit bagi Dian Pelangi dan Ria Miranda untuk membangun imagekomunitas ini mengingat Dian Pelangi merupakan seorang muslim fashion designer muda sekaligus pemilik Butik Dian Pelangi. Tepatnya pada Maret 2011, komunitas ini resmi diluncurkan. Atas kolaborasi 30 perempuan muda berhijab, Hijabers Community ini kemudian tumbuh sebagai satu komunitas fashion style dalam hal jilbab/hijab, yang merupakan satu komunitas jilbab kontemporer yang berisikan wanita-wanita muslimah cantik dengan pakaian atau jilbab yang penuh gaya dan tidak biasa. Komunitas ini kemudian berkembang dengan nilai, identitas, dan aktivitas yang berbeda.Sekarang, ada banyak wanita yang tertarik dan ingin bergabung dalam komunitas ini.
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi membuat wave Hijabers Community mendapatkan momentum melalui kehadiran media virtual, yang kian mengukuhkan eksistensi komunitas perempuan berhijab ini. Melalui Hijabers Community perempuan-perempuan tersebut  ingin mengubah pandangan bahwa jilbab yang selama ini identik dengan tradisionalitas dan kuno, menjadi sesuatu yang modern, fashionable, dan dinamis. Atas kehendak media pulalah, gaya hijabers ini menjadi gaya nasional masa kini yang kemudian fenomena ini disebut sebagai budaya popular dalam dunia fashion style.
Dari perspektif pemasaran, kehadiran komunitas tak lekas dipandang sebagai arah baru pembentukan feminine space saja, tetapi juga merupakan langkah awal dalam pembentukan strategi sentral bisnis perusahaan.
Kalau komunitas konsumen dari suatu perusahaan sudah jelas, teridentifikasi atau terbentuk, tergambar secara jelas tujuan, identitas dan nilai-nilainya dan cocok untuk kita ajak kolaborasi, langkah-langkah pemasaran yang lain tinggal mengikuti dan pembangunan karakter dapat terfokus pada hal-hal yang terkait dengan komunitas tersebut.
Oleh karena itu, dewasa ini, banyak kaum hawa terinspirasi oleh komunitas Hijabers. Belakangan muncul pelabelan, gaya berjilbab dan berbusana a la Hijabers. Toko-toko kerudung dengan cepat diserbu oleh banyak perempuan yang berhasrat membeli banyak kerudung kemudian mengkreasikannya dan tampil di depan umum seperti perempuan-perempuan dalam komunitas Hijabers. Butik Dian Pelangi yang merupakan butik bentukan Dian Pelangi jelas memiliki keterkaitan erat dalam hal ini. Dari sinilah orang-orang serta beragam model jilbab ala Hijabers muncul. Bekerja sama dengan butik Dian Pelangi, komunitas ini membentuk Hijab Class. Mereka juga memanfaatkan media virtual untuk memberikan informasi mengenai tutorial jilbab Hijabers. Banyak dari pengguna jilbab yang mengapresiasi langkah ini, mengenal lebih dalam tentang Hijabers Community dan mempelajari tutorial hijabnya yang marak di media virtual (youtube, Facebook, dll).

BAB II
PEMBAHASAN




2.1      Konsep Jilbab                                                                                                                                      
Secara etimologis jilbab berasal dari bahasa arabjalaba yang berarti menghimpun atau membawa. Istilah jilbab digunakan pada negeri-negeri berpenduduk muslim lain sebagai jenis pakaian dengan penamaan berbeda-beda. Di Iran disebut chador, di India dan Pakistan disebut pardeh, di Libya milayat, di Irak abaya, di Turki charshaf, dan tudung di Malaysia, sementara di negara Arab-Afrika disebut hijab.
Nuvida Raf dalam Hardiyanti (2012) lebih menekankan jilbab pada kata hijab. Guindi berpendapat bahwa arti Hijab adalah sinonim dari kata jilbab yang berarti penutup, pembungkus, tirai, dan partisi.
Di Indonesia kata jilbab merujuk pada corak pakaian Islam tertentu, namun seringkali maknanya tidak konsisten. Ada yang memahami jilbab sebagai penutup kepala itu sendiri, ada pula yang memaknainya sebagai pakaian komplit.Terlepas dari pemahaman yang tidak konsisten tersebut, hijab/jilbab berorientasi makna sebagai pakaian perempuan muslimah, dan terkait dengan agama Islam.
Penggunaan kata “jilbab” digunakan secara luas sebagai busana kerudung yang menutupi sebagaian kepala perempuan (rambut dan leher) yang dirangkai dengan baju yang menutupi tubuh kecuali telapak tangan dan kaki.
Raleight (Nuvida Raf dalam Hardiyanti (2012)) dalam tulisan My Veil A Spiritual Journey yang menyimpulkan bahwa saat ini perempuan Indonesia yang mengenakan jilbab telah menjadi fenomena umum. Model-model jilbab kini beragam dan lebih modern karena tersedia dalam beragam warna dan bentuk.Hijab digunakan oleh muslimah dari kelas bawah hingga kelas atas.
2.1.2 Konsep New Wave Marketing
Dunia kian hari semakin berubah menjadi modern. Sistem marketing yang bersifat one to many sekarang ini menjadi tidak efektif lagi. Perubahan teknologi, politik dan legal, ekonomi, budaya sosial dan pasar memberikan kontribusi besar atas sikap konsumen terhadap produk. Saat ini, konsumen semakin pintar dalam memilih dan membeli produk. Konsumen sudah seharusnya dianggap sebagai partner, bukan lagi sekedar sebagai user atau objek sasaran pasar.Perilaku konsumen terhadap produk yang berubah ini kemudian berimplikasi pada semakin terdesaknya posisi marketer untuk segera merumuskan pendekatan marketing yang sesuai tuntutan pasar.
Hal lain yang turut mendukung perubahan tersebut ialah perkembangan era web 2.0. Era 2.0 membawa dunia internet  tak lagi bersifat vertikal semata, tapi kian mengarah pada sifat yang horizontal dan interaktif. Era ini memungkinkan konsumen bebas mengakses informasi tanpa batas akan produk yang diinginkan, dan memilih berbagai penawaran dari manapun untuk memperoleh produk dengan harga terbaik. Dengan web 2.0, orang jadi lebih mudah mengekspresikan dirinya, berpartisipasi, melakukan networking, membentuk komunitas lewat situs jejaring dan banyak hal lainnya. Teknologi yang sama memungkinkan setiap orang untuk memiliki kesempatan yang sama, bukan hanya milik sekelompok orang tertentu. Evolusi new wave marketing sebenarnya adalah hasil dari perkembangan internet. Dan banyak bisnis yang sukses besar, yang telah menerapkan itu, telah menjadi sangat berhasil, termasuk perusahaan online seperti Facebook, eBay, Apple, dan Amazon!.
Horizontalisasi membuat posisi pemasar menjadi sama dengan konsumen, yang dulunya masih subjek-objek sekarang berubah menjadi subjek-subjek. Kondisinya bukan lagi hanya penyampaian promosi akan produk yang didominasi pemasar, tetapi bagaimana memunculkan  komunikasi interaktif antara keduanya dengan harapan pemasar mengetahui apa yang sesungguhnya konsumen  inginkan. Inilah era dimana pemasar harus mampumelakukan immerse dengan konsumen.
Dalam era new wave ini, kepercayaan, kreasi, dan komunitas merupakan hal terpenting untuk diperhatikan para pelaku pasar. Tujuan pengelolaan pelanggan pada era ini tak lagi sekedar mengejar loyalitas pelanggan yang kuat membeli produk, melainkan membangun basis pelanggan yang sifatnya rajin memberikan rekomendasi dan saran pada calon konsumen lain. Itu semua memungkinkan dengan adanya praktik komunitisasi.

2.1.3 Tujuan dan Manfaat Communitization
Dalam membangun strategi di era new wave marketing  langkah pertama yang harus dilakukan ialah membangun  strategi communitization (komunitisasi). Penjual harus membentuk suatu komunitas atau memanfaatkan komunitas yang ada.Dalam komunitas akan terjadi relasi pribadi yang erat antaranggota karena adanya kesamaan interest atau value yang membantu ketepatan dalam membentuk komunitas. Tujuannya adalah mengenal konsumen berdasarkan kelompok-kelompok yang homogen sehingga akan membantu meningkatkan efisiensi penjualan
Di era new wave seperti sekarang, communitization adalah praktik yang lebih horizontal di mana yang terjadi adalah pembentukan komunitas konsumen sebagai sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain, dan memiliki kesamaan purposes, values, dan identity. (Kartajaya, 2010: 86).
Berbeda dengan segmentasi yang anggota segmennya dapat tidak peduli satu sama lain. Proses pembentukan komunitas dilakukan oleh orang per orang yang setara sehingga bersifat horizontal. Oleh karenanya, dalam communitization yang terjadi adalah low budget high impact marketing.Hal ini terjadi karena perusahaan tidak harus melakukan riset pasar.Perusahaan cukup mengidentifikasi komunitas yang sudah ada.Kalau ternyata tidak menemukan komunitas yang dianggap cocok, barulah perusahaan tersebut mempelopori berdirinya suatu komunitas. Setelah komunitas terbentuk, perusahaan sebenarnya sudah dapat “lepas tangan” karena komunitas tersebut akan “dirawat” sendiri oleh para anggota komunitasnya.
Di era new wave, pelanggan semakin memegang kendali, sehingga semakin susah bagi pemasar untuk “mengunci” mereka sebagaimana yang selama ini diajarkan dalam customer management pada pemasaran era sebelumnya. Namun, bukan berarti praktik “mengunci” tersebut tidak bisa lagi dilakukan, hanya saja memang harus melalui strategi komunitisasi.
Selain perubahan segmentasi menjadi communitization, dalam era new wave marketing kita juga mengenal perubahan strategi lain yang sebenarnya juga sangat berkaitan erat dengan strategi communitization ini, yakni perubahan dari strategi place menjadi communal activation.
Dalam era new wave marketing, saluran distribusi ini berupa communal activation yang berarti mengaktifkan sebuah komunitas melalui para pemimpin atau aktivis komunitas tersebut. Orang-orang seperti inilah yang mampu memasarkan produk secara co-creation kepada para anggota komunitas lainnya, bahkan kepada pelanggan.Dalam hal ini, pembentukan HijabersCommunity dipandang sebagai sebuah strategi pasar Dian Pelangi dan kawan-kawan dalam rangka pengelolaan minat beli konsumen terhadap jilbab mereka.
Dengan kepercayaan yang dimilikinya, Hijabers Community terus melakukan immerse dengan konsumen melalui sejumlah kegiatan yang sangat melibatkan konsumen. Tak sekedar sebagai komunitas, dalam pemasaran co-creation kepada komunitas, mereka telah menjadi simpul-simpul dalam gelombang pengguna jilbab secara umum. Di era new wave,  kehadiran Hijabers Community sebagai strategi communal activation telah sukses menarik banyak perhatian, terutama para pengguna jilbab yang tetap ingin tampil modis.

2.1.4 Konsep Perilaku Konsumen
Pilihan-pilihan produk dan jasa konsumen berubah secara terus-menerus. Seorang manajer pemasaran harus mempunyai pengetahuan saksama tentang perilaku konsumen agar dapat memberikan definisi pasar yang baik untuk mengikuti perubahan yang dinamis ini, serta untuk merancang strategi pemasararan yang tepat.
Perilaku konsumen menggambarkan bagaimana  konsumen membuat keputusan-keputusan pembelian dan bagaimana mereka menggunakan dan mengatur pembelian barang/ jasa. Perilaku konsumen juga menyangkut analisis faktor-faktor yang memengaruhi keputusan pembelian dan penggunaan produk.
2.1.5 Faktor yang Memengaruhi Perilaku Konsumen
Memahami konsumen dan proses konsumsinya memberikan berbagai keuntungan antara lain membantu manager dalam membuat keputusan, memberikan dasar teoritis bagi peneliti dalam menganalisis konsumen, membantu legislatif dan pemerintah dalam menyusun undang-undang dan membuat keputusan, dan membantu konsumen untuk membuat keputusan yang lebih baik. Lebih dari itu studi tentang konsumen dapat membantu kita untuk lebih memahami tentang faktor-faktor psikologi, sosiologi, dan ekonomi yang memengaruhi perilaku manusia.
Teori perilaku menyatakan bahwa perilaku adalah fungsi individu dengan lingkungan.Demikian juga dalam model perilaku konsumen, keadaan lingkungan, dan individu yang bersangkutan memegang peranan penting dalam menentukan perilakunya. Pemasar harus mengumpulkan informasi dari konsumen untuk evaluasi kesempatan utama pemasaran dalam pengembangan pemasaran.Pemasar memberikan informasi kepada organisasi pemasaran mengenai kebutuhan konsumen, persepsi tentang karakteristik merek, dan sikap terhadap pilihan merek.Strategi pemasaran kemudian dikembangkan dan diarahkan kepada konsumen.

2.1.6 Konsep Keputusan Pembelian Konsumen
Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, seorang konsumen harus memilih produk dan/atau jasa yang akan dikonsumsinya. Banyaknya pilihan yang tersedia, kondisi yang dihadapi, serta pertimbangan-pertimbangan yang mendasari akan membuat pengambilan keputusan satu individu berbeda dari individu lainnya. Pada saat seorang konsumen baru akan melakukan pembelian yang pertama kali akan suatu produk, pertimbangan yang akan mendasarinya akan berbeda dari pembelian yang telah berulang kali dilakukan. Pertimbangan-pertimbangan ini dapat diolah oleh konsumen dari sudut pandang ekonomi, hubungannya dengan orang lain sebagai dampak dari hubungan sosial, hasil analisis kognitif yang rasional ataupun lebih kepada ketidakpastian emosi (unsur emosional).
Pengertian keputusan  pembelian, menurut Kotler & Armstrong dalam Zoeldhan (2012) adalah tahap dalam proses pengambilan keputusan pembeli di mana konsumen benar-benar membeli. Konsumen bebas memilih produk yang diinginkan sesuai dengan kebutuhannya, memutuskan tempat pembelian, bagaimana caranya, banyak pembelian, kapan membeli, dan mengapa harus membeli.Konsumen membeli dan mengonsumsi produk bukan sekedar karena nilai fungsi awalnya, namun juga karena nilai sosial dan emosionalnya.
Keputusan pembelian menurut Schiffman dan Kanuk dalam Zoeldhan (2012) adalah pemilihan dari dua atau lebih alternatif pilihan keputusan pembelian, artinya bahwa seseorang  dapat  membuat keputusan, haruslah  tersedia beberapa alternatif pilihan.Keputusan pembelian merupakan sesuatu yang berhubungan erat dengan rencana konsumen terkait lokasi pembelian produk yang dibutuhkannya.Pemasar sebagai pihak yang menawarkan berbagai produk kepada konsumen harus dapat menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi konsumen dalam pemilihan lokasi pembelian produk.

2.1.6.1 Proses Pengambilan Keputusan Konsumen
Perilaku konsumen akan menentukan proses pengambilan keputusan dalam melakukan pembelian. Menurut Lamb, Hair, dan McDaniel (2001), ada beberapa tahap dalam pengambilan keputusan konsumen, yakni:
·            Pengenalan Masalah
Merupakan faktor terpenting dalam melakukan proses pembelian, dimana pembeli akan mengenali suatu masalah atau kebutuhan.
·            Pencarian informasi
Seorang selalu mempunyai minat atau dorongan untuk mencari informasi. Apabila dorongan tersebut kuat dan obyek yang dapat memuaskan kebutuhan itu tersedia maka konsumen akan bersedia untuk membelinya.
·            Evaluasi Alternatif
Konsumen akan mempunyai pilihan yang tepat dan membuat pilihan alternatif secara teliti terhadap produk yang akan dibelinya.
·            Keputusan Pembeli
Setelah konsumen mempunyai evaluasi alternatif maka konsumen akan membuat keputusan untuk membeli. Penilaian keputusan menyebabkan konsumen membentuk pilihan merek di antara beberapa merek yang tersedia.
·            Keputusan Pasca Pembelian
Setelah konsumen memutuskan untuk membeli produk, konsumen berharap agar dampak tertentu dari pembelian tersebut muncul. Konsumen akanmengevaluasi kegiatan pembeliannya, lalu memutuskan apakah konsumen puas atau tidak puas dengan pembelian tersebut.

2.1.6.2 Faktor Yang Memengaruhi Keputusan Pembelian Konsumen
Kotler dan Armstrong dalam Dani (2009) menyatakan “keputusan pembelian dari pembeli sangat dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, sosial, pribadi, psikologis pembeli, serta strategi pemasaran”.
a.      Faktor Budaya
Faktor budaya memberikan pengaruh paling luas dan dalam pada perilaku konsumen.Perusahaan harus mengetahui peranan yang dimainkan oleh budaya, subbudaya dan kelas sosial pembeli.Budaya adalah penyebab paling mendasar dari keinginan dan perilaku seseorang.Budaya merupakan kumpulan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan perilaku yang dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga penting lainnya.
Setiap kebudayaan terdiri dari subbudaya-subbudaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya. Sub-budaya dapat dibedakan menjadi empat jenis: kelompok nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, area geografis. Banyak subbudaya membentuk segmen pasar penting dan pemasar sering kali merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen.
b.     Faktor Sosial
Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor sosial, seperti kelompok kecil, keluarga serta peranan dan status sosial konsumen.Perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyak kelompok kecil.Kelompok yang mempunyai pengaruh langsung.Definisi kelompok adalah dua orang atau lebih yang berinteraksi untuk mencapai sasaran individu atau bersama.
c.     Faktor Pribadi
Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti umur dan tahapan daur hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri pembeli.
d.      Faktor Psikologis
Pemilihan barang yang dibeli seseorang lebih lanjut dipengaruhi oleh empat faktor psikologis, yaitu motivasi, persepsi, pengetahuan serta kepercayaan.
Motivasi merupakan kebutuhan yang cukup menekan untuk mengarahkan seseorang mencari cara untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Beberapa kebutuhan bersifat biogenik, kebutuhan ini timbul dari suatu keadaan fisiologis tertentu, seperti rasa lapar, rasa haus, rasa tidak nyaman.Sedangkan kebutuhan-kebutuhan lain bersifat psikogenik yaitu kebutuhan yang timbul dari keadaan fisologis tertentu, seperti kebutuhan untuk diakui, kebutuhan harga diri atau kebutuhan diterima.
e.      Faktor Marketing Strategy
Merupakan variabel dimana pemasar mengendalikan usahanya dalam memberi tahu dan mempengaruhi konsumen. Variabel-variabelnya adalah
1)  Barang,
2)   Harga,
3)   Periklanan, dan
4)  Distribusi yang mendorong konsumen dalam proses pengambilan keputusan.
Berkowitz dalam Dani (2009) menambahkan satu faktor lain yang memengaruhi keputusan pembelian konsumen, yakni faktor situasional. Faktor situasional adalah kondisi sesaat yang muncul pada tempat dan waktu tertentu.Kemunculanya terpisah dari diri produk maupun konsumen (Assael dalam Dani, 2009).
Belk dalam Dani (2009) mendifinisikan situasi sebagai semua faktor yang utama terhadap tempat dan situasi yang tidak menurut pengetahuan seseorang (intra-individual) dan stimuli (alternatif pilihan) dan memiliki bukti dan pengaruh sistematis pada perilaku saat itu.

2.1.6.3  Pengetahuan Tentang Hijabers Community (HC)
        Hasil pengujian secara umum terhadap variabel Kehadiran Hijabers Community menunjukkan bahwa dari 3 dimensi variabel Kehadiran Hijabers Community yaitu Identitas Komunitas, Nilai Komunitas, dan Aktivitas Komunitas, secara simultan semuanya mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap keputusan pembelian jilbab pada Butik Dian Pelangi Makassar. Walaupun, secara parsial, hasilnya menunjukkan bahwa dimensi Aktivitas Komunitas berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap keputusan pembelian jilbab pada Butik Dian Pelangi Makassar.
        Pada dasarnya, setiap perusahaan memiliki program khusus yang dapat menjadi strategi guna menarik minat konsumen. Seperti pada Butik Dian Pelangi Makassar ini, dimana dalam menjawab tantangan pasar yang kian horizontal, Butik Dian Pelangi Makassar ini kemudian membentuk komunitas yang diharapkan mampu menjadi motor penggerak demi tercapainya tujuan yang ingin dicapai perusahaan. Pembentukan komunitas ini cukup efektif, karena faktanya, Butik Dian Pelangi dan wave berjilbab modis telah tertanam di benak masyarakat sebagai hasil dari bentukan Hijabers Community.
        Dari ketiga dimensi variabel yang digunakan dalam penelitian ini, dimensi yang paling dominan berpengaruh terhadap keputusan pembelian adalah dimensi identitas komunitas (X1). Dimensi ini menjelaskan bahwa Hijabers Community ini hadir dengan sejumlah atribut identitas yang dapat menunjukkan citra pengguna jilbab yang serupa dengan mereka: selera, prestise, gayakelompok, gaya hidup, dan kelas sosial. Hijabers Communityoleh Butik Dian Pelangi Makassar telah berhasil membangun image dan positioning yang baik di benak konsumen.Citra atau identitas yang biasanya konsumen cari dari setiap keputusan pembelian mereka terhadap produk tertentu dapat terwakili atau direfleksikan melalui citra/ identitas yang dibawa oleh Hijabers Community ini. Butik Dian Pelangi berhasil berkomunikasi dengan pelanggan dengan cara yang berbeda. Atau, dalam pemasaran dikatakan bahwa Butik Dian Pelangi ini telah berhasil menjalankan diferensiasi dengan produk dari perusahaan lain yang sejenis. Kotler dalam Alfian (2012) menyatakan bahwa diferensiasi merupakan tindakan merancang satu set perbedaan yang berarti, untuk membedakan penawaran perusahaan dari perusahaan pesaing. Suatu perusahaan harus mencoba mengidentifikasi cara-cara strategis yang dapat membedakan produknya, agar mencapai keunggulan kompetitif.
        Pengaruh nilai komunitas (nilai-nilai yang dibawa oleh Hijabers Community) (X2)terhadap keputusan pembelian konsumen.Berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan, ternyata hipotesis dapat diterima, karena variabel nilai komunitas mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel keputusan pembelian. Hal ini berarti bahwa konsumen memandang cara berjilbab/ model jilbab yang dipopulerkan oleh Hijabers Community ini telah sesuai dengan kaidah/ syariat mengenai penggunaan jilbab. Selain itu, dari segi estetika, cara berjilbab/ model jilbab yang dipopulerkan oleh Hijabers Community ini mampu memuaskan konsumen pengguna jilbab yang berbelanja di Butik Dian Pelangi Makassar.
Pengaruh aktivitas komunitas (aktivitas yang dilakukan oleh Hijabers Community) (X3) terhadap keputusan pembelian konsumen.Berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan, ternyata hipotesis ditolak, karena variabel aktivitas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel keputusan pembelian.Variabel ini juga dinyatakan berpanngaruh negative terhadap variabel keputusan pembelian. Hal ini berarti bahwa konsumen memandang aktivitas yang dilakukan oleh Hijabers Community yang terdiri atas dua hal: Hijab Class dan tutorial jilbab via media virtual/ online tidak memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian jilbab konsumen pada Butik Dian Pelangi Makassar. Berdasarkan fakta empiris di lapangan, juga data-data mengenai tingkat penjualan jilbab pada beberapa toko jilbab di Makassar, ditemukan bahwa tingkat penjualan jilbab pada Butik Dian Pelangi Makassar, ternyata lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat penjualan jilbab pada toko lain. Juga pada hasil observasi dan tanya jawab dengan sejumlah pengguna jilbab a la Hijabers Community, faktanya ialah kebanyakan dari mereka meniru gaya berjibab Hijabers Community, serta mempelajari tutorial jilbab mereka offline maupun online, tapi memutuskan membeli jilbab di tempat lain. Strategi ini harusnya efektif.Dengan demikian, aktivitas komunitas yang terurai dalam aktivitas Hijab Class dan tutorial jilbab via media virtual perlu dikaji lebih lanjut.
BAB III
PENUTUP

5.1  Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kehadiran Hijabers Community yang dijabarkan dalam dimensi Identitas, Nilai, dan Aktivitas terhadap keputusan pembelian jilbab di Butik Dian Pelangi Makassar, dan untuk mengetahui dimensi apa yang paling berpengaruh. Dari rumusan masalah penelitian yang diajukan, berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, dan pembahasan yang telah dikemukakan, maka diperolehkesimpulan sebagai berikut:
1.      Secara simultan variabel identitas, nilai, dan aktivitas berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pembelian jilbab di Butik Dian Pelangi Makassar. Namun, secara parsial, variabel aktivitas (X3) tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelianjilbabdi Butik Dian Pelangi Makassar.
2.      Secara parsial, variabel Identitas (X1) merupakan variabelyang berpengaruh dominan terhadap keputusan pembelianjilbabdi Butik Dian Pelangi Makassar.

5.2 Saran
Berdasarkan pada analisis dan kesimpulan yang berkaitan dengan penelitian ini, maka saran-saran yang dapat diajukan adalah:
5.2.1 Saran Untuk Perusahaan
1.      Pihak perusahaan perlu memberi perhatian pada perilaku konsumen agar dapat mengembangkan perusahaan danmampumemperluas pangsa pasar.
2.      Hijabers Community merupakan komunitas berjilbab yang dibentuk untuk memperkenalkan cara baru berjilbab secara lebih menarik. Segmen pasar dominan adalah anak muda. Karena itu, agar mereka tetap loyal terhadap produk di Butik Dian Pelangi, perusahaan perlu membuat inovasi yang lebih menarik, terutama dalam hal aktivitas komunitas yang sesuai selera anak muda masa kini, promosi di media-media yang dekat dengan anak muda, serta desain produk yang variatif dan manarik.
3.      Segmen pasar Butik Dian Pelangi yang sebagian besar adalah anak muda harus menjadi pertimbangan utama perusahaan dalam menetapkan harga. Hal ini dikarenakan mayoritas anak muda belum mempunyai penghasilan sendiri. Perusahaan harus mempertimbangkan harga yang terjangkau untuk pelanggan agar mendorong keputusan pembelian mereka.
4.      Melalui Hijabers Community, diharapkan agar nilai dan identitas yang dibawa oleh perusahaan mampu ditunjukkan dengan baik. Penguatan nilai dan identitas perusahaan mampu membangun positioning yang baik di benak konsumen.

5.2.2 Saran Untuk Penelitian Mendatang
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap variabel-variabel selain identitas, nilai, dan aktivitas yang termasuk dalam stratagi komunitisasi pemasaran yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen. Hal ini dikarenakan, dalampenelitian ini ketiga variabel tersebut hanya mampu menjelaskan 68.6% variasi keputusan pembelian konsumen.Penelitian ini belum memasukkan variabel atau faktor lain yang mungkin dapat memengaruhi dan menyempurnakan hasil penelitian ini.
2. Untuk penelitian yang akan datang disarankan untuk meneliti komunitas dari perusahaan/ merek-merek lainnya yang mengalami kondisi yang hampir sama dengan komunitas Hijabers Community untuk Butik Dian Pelangi ini. Hal ini dapat dijadikan pembanding sekaligus melengkapi penelitian ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar